Jumlah penduduk dunia semakin bertambah, sementara luasan lahan bersifat tetap, bahkan berkurang. Di bidang arsitektur, kondisi tersebut melahirkan konsep hunian mimalis. Di Indonesia, konsep hunian ini laku keras terutama di perkotaan yang menghadapi keterbatasan lahan.
Meski demikian, bukan berarti konsep arsitektur lainnya yang lebih dulu lahir ditinggalkan begitu saja. Salah satu konsep arsitektur yang masih bertahan ialah model Mediterania yang bentuk bangunannya banyak ditemukan di Indonesia.
Konsep Mediterania tampil sebagai pembeda di antara booming-nya model rumah minimalis. Sampai-sampai konsep rumah minimalis pun terlalu melebar sehingga setiap rumah yang dibangun di lahan sempit dianggap minimalis. Padahal definisinya tak sesederhana itu.
Menurut Delution Architect dalam artikel “Salah Kaprah Konsep Rumah Minimalis” di Tirto.id (10 Mei 2019), rumah minimalis mulai berkembang pada abad ke-20 atau abad modern. Konsep ini memang mengutamakan kesederhadaan, memakai warna-warna yang esensial, dengan dekorasi garis horisontal dan vertikal yang tegas, serta menghilangkan dekorasi atau ukiran seperti yang biasa ditemukan pada rumah dengan konsep Mediterania.
Bentuk rumah maupun dekorasi model minimalis memiliki ciri khas yang ramping atau efektif. Dalam perkembangannya, Delution Architect bilang konsep rumah minimalis juga memperbanyak ruang-ruang terbuka (open space). Model ini menitikberatkan kebutuhan dan fungsi, sehingga tak heran jika mengesampingkan ukiran atau ornament baik pada eksterior maupun interior ruangannya.
Minimalnya ukiran maupun ornament membuat rumah dengan konsep minimalis terasa kosong, dingin, kaku. Tetapi untuk mengatasi masalah ini, Delution Architect memainkan cahaya dan bayangan lewat bukaan-bukan yang dibikin pada dinding, lantau, ataupun bagian rumah lainnya yang fungsinya untuk menghasilkan cahaya dan udara alami dari luar. Permainan cahaya dan bayangan ini membuat rumah menjadi hidup.
Namun seni arsitektur tak berhenti sampai konsep minimlis yang termasuk model paling anyar. Baru-baru ini muncul konsep arsitektur yang berusaha memadukan model minimalis dan Mediterania. Jika ditilik dari karakteristiknya, kedua konsep ini jelas memiliki perbedaan mendasar. Jika konsep rumah minimalis mengutamakan efektivitas atau fungsi ruangan di tengah keterbatasan lahan, sehingga menghilangkan dekorasi atau ukiran, konsep Mediterania yang justru bisa dibilang kebalikannya.
Sebagaimana sejarahnya, bangunan dengan konsep Mediterania dikembangkan bangsa Spanyol pada abad ke-16. Menurut Santi Widhiasih dalam dokumen “Sejarah Singkat Arsitektur Mediterania” (2015), sebagaimana namanya arsitektur Mediterania terinspirasi kawasan di Mediterania (Middle of the Earth). Kawasan ini sangat luas dengan laut Mediterania (laut Tengah) sebagai pusatnya. Negara-negara yang mengeliling laut Mediterinia merupakan kawasan Mediterania.
Laut Mediterania dikelilingi 17 negara yang terbagi dalam 3 benua (Afrika, Asia dan Eropa). Berbagai peradaban dunia lahir di sini, mulai dari Mesopotamia dan Lembah Sungai Nil, dan kekuasaan Romawi pernah menguasai daratan di sekitar Laut Mediterania, termasuk Yunani. Tak hanya itu, pengaruh budaya Islam juga membaur dan masuk ke daratan Eropa pada abad-8 melalui Spanyol.
Iklim yang panas karena dekat dengan laut, ditambah dengan pengaruh dari berbagai peradaban dunia itu menginspirasi Spanyol untuk mengembangkan seni arsitektur Mediterania. Spanyol memperkenalkan konsep bangunan ini ke daerah jajahannya seperti negara-negara di benua Amerika.
“Bangsa Spanyol datang ke Florida pada abad ke-16 dengan membawa gaya arsitektur ke negara yang di ekspansinya. Zaman keemasan gaya arsitektur Mediterania berlangsung di bagian selatan Amerika Serikat, yang berlangsung pada dekade awal abad 19,” ungkap Santi Widhiasih.
Dalam perjalanannya, arsitektur mediteriania tiba juga di Indonesia. Santi Widhiasih mencatat, tahun 1990-an menjadi masa booming model arsitektur Mediterania di Indoensia. “Walaupun tidak segencar masa lalu, saat ini masih ditemui pengembang menawarkan hunian dengan sentuhan Mediterania,” katanya.
Lantas, apa dan bagaimana bentuk bangunan model Mediteriania? Santi Widhiasih menjelaskan sulit menunjuk satu bentuk baku arsitektur Mediterania. Setiap wilayah di Mediterania, mempunyai perjalanan sejarah dan keunikan budaya lokal tersendiri yang juga turut memengaruhi seni arsitekturnya. Namun ada beberapa hal yang menjadi karakter umum arsitektur Mediterania seperti adanya kolom dan unsur lengkung yang berakar pada arsitektur klasik Yunani-Romawi. Unsur ini biasa digunakan dalam membentuk jendela dan pintu.
Teras arsitektur Mediterania merupakan perluasan dari ruang dalam yang didesain pula untuk mengatur sirkulasi udara agar tak panas. Tak jauh dari teras, terdapat unsur air dan alam lewat kehadiran taman. Hal ini merupakan pengaruh bangsa Moor ketika menguasai Spanyol. “Bagi bangsa Moor taman merupakan earthy paradise,” kata Santi. Taman juga biasa didirikan di bagian lair rumah, di dalam atau di belakang.
Atap bangunan berarsitektur Mediterania dibangun miring seperti pelana kuda atau perisai. Ada pula bagian atap yang memakai kubah sehingga menimbulkan kesan mewah. Pada dinding, bahan yang dipakai adalah tanah liat yang dibakar (adobe). Apabila dinding diplester, maka plesterannya dibuat tidak rata sehingga teksturnya kasar. Ada pula yang tidak memakai sistem plester, sehingga batu batanya terlihat jelas (ekspos).
Jendela pada dinding rumah berbentuk kotak, biasanya dilengkapi kisi-kisi yang terbuat dari kayu atau besi tempa. Ada pula lubang angin-angin yang berbentuk lingkaran-lingkaran. Sementara pintu masuk utama umumnya berbentuk persegi empat dengan angin-angin berbentuk semi-sirkular atau persegi empat.
Unsur khas lainnya adalah balkon yang biasanya digunakan untuk koridor terbuka yang menghubungkan dua sayap bangunan. Balkon depan disangga pilar-pilar dengan gaya klasik bulat atau kotak persegi panjang dengan ukiran.
Warna yang dipakai pada bangunan model Mediterania, menurut Santi, terinspirasi dari birunya laut Mediterania, dan putihnya awan di atasnya, warna padang pasir, warna tanah di Delta Sungai Nil, atau landscape Mediterania seperti merahnya anggur, kuningnya bunga matahari, dan hijaunya pohon cypress.
Interior bangunan Mediterania juga tak lepas dari perpaduan alam dan budaya Mediterania, “di antaranya Spanyol yang kaya akan hasil besi, sangat menonjol kreasi decorative metalnya pada railing balkon, lampu, teralis ataupun furniture. Demikian juga halnya dengan seni keramik. Dipengaruhi budaya Islam, warna, pola penataan dan motif keramik di Spanyol pun sangat menarik. Sedangkan, Maroko, sangat terkenal dengan rugs.”
Tentu kini sentuhan-sentuhan arsitektur Mediterania di Indonesia tak segencar masa lalu. Terlebih sekarang disebut-sebut eranya rumah tipe minimalis. Rumah minimalis didirikan di mana-mana, bahkan sudah sampai ke pedesaan.
Namun ada upaya mengawinkan arsitektur Mediterania dengan konsep bangunan minimalis. Hasil pencarian di internet, mulai banyak ditemukan gambar-gambar rumah yang memadukan model Mediterania dengan minimalis. Misalnya ada gambar rumah dua lantai dengan lebar muka 8 meter yang dilengkapi dua pilar penyangga. Dua pilar ini menyangga balkon yang menonjol yang dibagian bawahnya bisas dipakai parkir mobil.
Unsur minimalis tampak di samping parkiran mobil yang juga berfungsi sebagai teras rumah. Di samping teras tersebut masih ada sepetak taman yang menjadi ciri khas konsep Mediterania. Sedangkan bagian dinding terdapat jendela-jendela kaca dengan bingkai kotak berukuran besar. Selain mempercantik desain, jendela ini juga berpungsi sebagai sumber cahaya dari luar.